Jumat, 22 April 2016

Ini Perbedaan Mencolok Kehidupan Warga Yang Ikuti Ahok Vs Warga Yang Ikuti Saran Yusril


Di Rusun Mereka "Dimanja", di Perahu Mereka Menderita, inilah gambaran warga yang direlokasi oleh Ahok ke rumah susun dengan warga yang masih bandel tinggal di perahu gara gara dipengaruhi Bapak Yusril Ihza Mahendra

Kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, sudah digusur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Senin (11/4/2016) lalu. Sebagian warga sudah direlokasi ke Rusun Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur.

Sebagian lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di perahu di sekitar lokasi penggusuran.

Warga yang memilih direlokasi mengaku rusun yang mereka tempati cukup nyaman. Mereka pun menyebut fasilitasnya memadai.

"Saya akui bersih tempatnya. Sementara ini, udah sepuluh hari, belum ada (keluhan) ya, nyaman-nyaman aja," kata salah satu penghuni rusun, Sapiudin (62), kepada Kompas.com, Rabu (20/4/2016).

"Kalau fasilitas ya memadai, lokasi memadai, cuma karena ini untuk bujang jadi cuma satu kamar," ujar penghuni lainnya, Bambang (60).

Bambang juga menyebut kehidupan di rusun lebih sehat. Setiap pagi, ia dan istrinya bisa berolahraga di sekitar rusun.

"Di sini kan lingkungan sehat. Beda kayak Pasar Ikan. Saya tiap pagi bisa olahraga jalan-jalan keliling sini. Lumayan tiga putaran saja sudah sehat," ungkap warga yang kini tinggal di lantai 1 Blok A itu.

Unit yang ditempati warga berukuran 4 x 6 meter persegi. Rusun itu terdiri dari satu ruangan utama tanpa sekat yang dilengkapi satu ruang kamar mandi dan satu ruang toilet yang terpisah.

Kamar mandi di dalam rusun dilengkapi dengan shower. Tidak ada bak mandi yang disediakan. Toilet yang digunakan adalah toilet duduk.

Setiap unit rusun dilengkapi ranjang tingkat tanpa kasur, dua lemari, dan dua meja. Semuanya dicat berwarna cokelat. Rusun tipe 24 itu tidak memiliki dapur.

Dapur disediakan di luar unit rusun. Dapur tersebut ditempatkan di luar unit dan diberi sekat serta nomor sebagai penanda. Sekat dapur itu juga digunakan warga untuk menjemur pakaian.

Rusun lima tingkat itu dilengkapi lift dan tangga untuk menunjang aktivitas warga. Halaman di sekitar rusun pun cukup luas. Anak-anak rusun sesekali tampak bersepeda di halaman rusun itu.

Selama tiga bulan pertama, warga tidak dipungut uang sewa rusun. Mereka hanya membayar uang listrik. Barulah pada bulan keempat warga harus membayar sewa sebesar Rp 300.000 per bulan.

Selain fasilitas di dalam unit, warga pun mendapat fasilitas untuk menggunakan transjakarta secara gratis. Mereka hanya tinggal menunjukkan identitas sebagai warga rusun.

PT Transjakarta telah menyediakan dua armada bus di rusun untuk mempermudah warga yang ingin bepergian. Jam operasional bus dimulai pukul 05.00 sampai dengan 19.30 WIB.

Anak-anak SD dan SMP yang menghuni Rusun Rawa Bebek telah pindah sekolah ke lokasi yang lebih dekat dengan rusun. Setiap pagi mereka berangkat ke sekolah dengan menggunakan bus sekolah.

Satu bus sekolah sudah disediakan di halaman rusun. Siang dan sore harinya, mereka kembali dijemput untuk pulang ke tempat tinggal baru mereka di Rusun Rawa Bebek.

Anak-anak kecil pun sudah mulai belajar di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sejak Selasa (19/4/2016).

Ketua pengelola PAUD Rusun Rawa Bebek Sugiati mengatakan, mereka tampak antusias dalam belajar. Mereka langsung dapat berbaur dengan guru dan teman-temannya.

Pilihan menetap di perahu

Berbeda dengan para warga yang mengaku nyaman tinggal di rusun, warga yang memilih menetap di perahu itu kini dikelilingi tumpukan sampah.

Dari pantauan Kompas.com, banyak sampah menumpuk di sepanjang tanggul Sunda Kelapa. Tumpukan sisa bungkus makanan, plastik, botol, hingga bungkus rokok mengapung membuat pinggir laut tersebut tampak hitam.

Sun, salah satu warga yang tinggal di perahu mengatakan, bau sampah yang menyengat membuat dia dan keluarga terganggu. Tumpukan sampah itu juga membuat Sun khawatir akan kesehatan keluarganya.

"Terganggulah, susah juga tidurnya, banyak sampah. Takut ada penyakit juga, Mas," ujar Sun kepada Kompas.com, Rabu (20/4/2016).

Selain itu, warga yang menetap di perahu mengaku kesulitan untuk mandi, cuci, kakus (MCK). Juang (40), warga lain yang tinggal di perahu, menyebut, warga harus mendatangi WC umum di Luar Batang. Tempat tersebut juga tak gratis.

"Kalau untuk mandi sekitar Rp 4.000," ujar Juang, Senin (18/4/2016).

Sementara itu, untuk buang air, Juang mengaku juga harus menuju WC umum. Harga yang dipatok pun sama. Tetapi, ia menjelaskan, tak jarang juga buang air di sekitar tempat tinggalnya di perahu.
Perahu yang mereka tempati diisi tidak hanya satu keluarga. Ada pula perahu yang ditempati 3-5 keluarga. Berbagai macam peralatan rumah tangga, seperti televisi, kasur, dan pakaian pun tersusun di atas perahu tersebut.

Anak-anak mereka kesulitan belajar. Mereka tidak dapat belajar di perahu karena penerangan yang tidak memadai di malam hari. Bahkan, ada di antara mereka yang terpaksa berhenti sekolah karena tempatnya belajar ikut digusur.

"(Anak saya) udah gak sekolah, TK-nya tergusur," ungkap Lastri, warga lainnya, beberapa waktu lalu.

Anak-anak mereka pun kini bermain di atas puing-puing sisa penggusuran.


sumber: kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India